Menikmati Kuliner (Para Dewa) Nusantara

Maman S. Mahayana

Ada lima pesan yang diisyaratkan dari buku Kuliner Para Dewa Nusantara ini. Pertama, judul sengaja dibikin bombastis, mungkin juga lebay! Tetapi, untuk perkara makanan, memang mesti begitu. Misalnya, makanan pencuri nasi. Maknanya, saking enaknya makanan itu, siapa pun orang yang menyantapnya, akan terangsang selera makannya. Akibatnya, ia banyak menghabiskan nasi. Ada juga makanan yang membuat para malaikat iri, lantaran mereka tidak dapat mencicipi makanan yang aromanya menyebar sampai dunia kahyangan. Bahkan, ada makanan yang konon dapat menggoyahkan iman para makhluk halus, sehingga mereka ingin jadi manusia sekadar untuk mencicipi makanan itu. Semua pernyataan itu hiperbolis. Tujuannya hendak menegaskan, bahwa perkara makanan, ekornya dapat menghasilkan ungkapan yang khas, menarik, dan kreatif. Maknyus, rasanya menggigit, gurihnya mencengkeram ujung lidah, pedasnya klepekklepek, dan seterusnya, adalah beberapa contoh, bahwa urusan makanan dapat memantik dan melahirkan kreativitas yang lain. Bakso bola tenis, sambal setan, sate klatak, dan seterusnya adalah contoh yang lain lagi.

Kedua, kekayaan kuliner sesungguhnya merepresentasikan kekayaan budaya bangsa, dan Indonesia memiliki kekayaan itu. Yang dicatat dalam buku ini tentu saja baru sebagian kecil. Masih ada begitu banyak kuliner di Nusantara ini yang sangat populer dan belum ada yang mencatatnya. Sebut saja misalnya, sambal. Indonesia ternyata memiliki ribuan jenis sambil, mulai sambal yang sama sekali tak berasa pedas sampai sambal dengan kepedasan tingkat dewa. Jenisnya juga bermacam-macam. Sayangnya, belum ada pula orang yang mencatatnya. Padahal, penting juga menelusuri sejarah atau filosofi sambal. Memang ada beberapa buku resep masakan. Tetapi sebagai buku resep, yang dapat kita temukan di sana adalah: senarai bahan makanan dan cara mengolahnya. Adakah yang coba mengungkapkan sejarahnya, filosofinya, dan makna makanan itu dalam kehidupan?

Di Korea, misalnya, kue beras yang disebut teok, menyimpan filosofi dan harapan. Jika cetakan kue itu bergambar bunga, maka diharapkan, orang yang memakan kue teok bergambar bunga akan dilimpahi kekayaan. Jika bergambar kupu-kupu, buah delima, dan anggur, pesannya untuk menciptakan harmoni bagi hubungan suami-istri, dan kelak—berkat hasil hubungan harmonis suami-istri itu— akan lahir bayi yang sehat dan cerdas. Begitulah, di samping berbagai ungkapan hiperbolis untuk menggambarkan rasa dan kenikmatan kuliner, ada filosofi, spirit, dan mitos yang sengaja ditempelkan sebagai semacam jenama (brand) makanan bersangkutan. Ginseng merah yang tumbuh di ngarai curam dan puncak bukit, misalnya, disebut sebagai obat penambah usia. Oleh karena itu, ginseng merah semacam itu harganya menjadi sangat mahal.

Konon, sejak zaman Kerajaan Joseon (Juli 1392—Agustus 1910), bangsa Korea sangat peduli pada perkara kuliner. Maka, pada setiap penemuan satu masakan tertentu, hampir selalu ada catatan tentang siapa penemunya, bahan-bahannya, model racikannya, khasiatnya, dan seterusnya. Tidak mengherankan jika buku resep berjudul Siui Jeonseo terbitan akhir abad ke-19, sampai sekarang masih dicetak ulang. Begitu juga buku Gyuhap Chongseo, ensiklopedia masakan Korea terbitan tahun 1809, masih dapat dibaca generasi sekarang. Bukan hanya itu, hiasan dinding yang terpampang di beberapa restoran yang cukup besar di Seoul, isinya, antara lain, sejarah makanan, termasuk tentang penjelasan khasiat dan keistimewaan makanan itu.

Ketiga, buku ini sebagai bukti, bahwa siapa pun, dapat menjadi penulis (yang baik). Kuncinya satu: latihan yang terus-menerus. Proses menjadi penulis sangat bergantung pada latihan yang tiada henti. Jadi, omong kosong tentang bakat. Bersamaan dengan proses latihan yang kontinu itu, hal yang juga tidak boleh diabaikan adalah membaca. Lewat bacaan itu pula hadir informasi yang jadi pemantik, yang mendorong seseorang tidak kehabisan gagasan. Dengan demikian, menulis dan membaca atau membaca dan menulis adalah dua kata kerja yang saling melengkapi.

Kuliner Para Dewa

Tulisan-tulisan dalam buku ini adalah karya mahasiswa peserta mata kuliah Penulisan Kreatif. Dalam satu semester, mereka dipaksa mengasah tangannya, meruncingkan pikirannya, dan kemudian menumpahkannya dalam bentuk berbagai jenis tulisan yang renyah dan enak dibaca, tentu juga tulisan yang bersih dari kesalahan teknis. Salah satu hasil mata kuliah itu, ya buku ini. Jadi, buku ini sebagai bukti, bahwa lewat proses latihan, siapa pun dapat menghasilkan tulisan (yang baik). Mata kuliah itu ibarat bengkel kerja. Para peserta diwajibkan menyerahkan tulisan karyanya sendiri semampunya, sesukanya, sebebas-bebasnya. Perintahnya tegas: “Menulislah dengan riang gembira! Menulisnya sepenuh hati! Menulislah dengan cinta!”

Keempat, model atau ragam tulisan apa pun penting. Tetapi yang jauh lebih penting adalah menulis sesuatu yang kita tahu, yang kita lihat dan rasakan sendiri, yang ada di sekitar kita. Tentu saja menulis dunia di sekitar yang setiap saat kita lihat, tidak berarti peserta tidak diizinkan menulis tema-tema pengelanaan imajinasi, kisah-kisah fantasi, dan kehidupan di dunia entah-berantah. Pokoknya, setiap peserta bebas menulis apa pun. Meskipun demikian, sebagai bengkel kerja penulisan, sebagai upaya “menciptakan” penulis yang baik, penekanan pada proses awal kepenulisan perlu berangkat dari dunia yang ada di sekitar. Ibarat belajar melukis, latihan pertama adalah mempermahir lukisan realis dengan cermat pada detail. Tahap berikutnya, silakan melukis jenis lukisan apa pun, yang abstrak atau yang jurkir balik sekalipun, silakan!

Perhatikan pesan Rainer Maria Rilke bagi penyair muda, “ … berpalinglah pada apa yang diberikan oleh kehidupanmu sehari-hari. Lukislah dukacita dan keinginan-keinginanmu. Pikiran-pikiran yang melintas dalam dirimu, dan keyakinanmu dalam suatu keindahan tertentu. Lukiskan semuanya itu dengan sepenuh hati, sungguh-sungguh, rendah hati dan ikhlas. Gunakanlah benda-benda di sekitarmu, imaji-imaji dirimu dan kenangan-kenanganmu untuk mengekspresikan dirimu….” Jadi, intinya: jika berkeinginan menjadi pengarang, penulis, penyair, atau apa pun yang berkaitan dengan dunia kepenulisan, berangkatlah dari dunia yang memang kita kenali betul. Ruang yang menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Dengan cara itu, para peserta—calon penulis itu—mengawali proses latihannya dengan memperkuat fondasinya dulu. Ibarat belajar silat, kuda-kuda para calon pendekar itu harus benar-benar kuat dan kokoh. Selepas itu, jurus apa pun yang hendak digunakan, ia tidak akan menghadapi masalah serius.

Kelima, cara belajar menulis yang berangkat dari dunia sekitar ini, hakikatnya membiasakan diri menghindar dari semangat meniru atau menjiplak tulisan orang. Terpengaruh tulisan orang, boleh, tetapi dilarang keras menjiplak! Jika ada di antara peserta mata kuliah ini melakukan perbuatan bodoh itu, ia wajib meminta maaf kepada seluruh peserta kuliah. Sebab, perbuatan orang itu ibarat setitik nila yang mengotori susu sebelanga. Jadi, tidak ada maaf bagi plagiator! Intinya, kejujuran menjadi hal yang penting. Seburuk-buruknya karya sendiri, ia lebih bernilai dari karya hasil menjiplak. Kira-kira, itulah spirit yang ditanamkan pada para peserta kuliah Penulisan Kreatif ini.

Dengan semangat itu, kuliner yang diangkat dalam buku ini, adalah kuliner yang belum populer, tetapi potensial menjadi makanan top! Maka, proses penulisannya dilakukan melalui wawancara yang kemudian dinarasikan menurut gaya bahasa masing-masing. Jika di sana-sini masih ada kekurangan, anggaplah itu sebagai bagian dari proses belajar. Sebaliknya, jika banyak di antara tulisan dalam buku ini menginspirasi, menjadi pemantik atau mendorong kita menggarap model tulisan sejenis, itulah kekuatan enerji kreatif. Bagaimanapun, karya yang dihasilkan lewat kekuatan kreativitas, kerap tidak terduga dan penuh kejutan. Buktinya apa? Ya, simak saja buku ini, niscaya kita terpesona pada cara para penulisnya menyuguhkan kuliner yang (mungkin) biasa-biasa saja, menjadi kisah kuliner yang top-markotop dan keren abis!

***

Sebagai pengampu mata kuliah Penulis Kreatif bagi mahasiswa Prodi Sastra Indonesia FIB-UI, tidak ada kata lain yang dapat saya sampaikan untuk mengungkapkan perasaan saya, selain bangga dan bahagia! Kalian, para mahasiswa hebat, sungguh luar biasa! Meski perkuliahan diselenggarakan secara daring—lantaran pandemi Covid-19, yang para pesertanya mojok di kamar masing-masing di berbagai kota di belahan Nusantara ini, kalian tetap semangat, tetap komitmen untuk menunjukkan potensi dan kemampuan terbaik yang kalian miliki. Hebatnya lagi, kalian berani mengingatkan sang dosen yang sering terjerumus pada jurang kelupaan. Kalian memang orang-orang hebat! Cuma ucapan terima kasih doang yang dapat saya sampaikan pada kalian! Sungguh-sungguh, terima kasih!

Meskipun begitu, prestasi yang kalian tunjukkan ini, barulah langkah awal. Perjalanan masih jauh dan panjang. Tetapi, dengan semangat dan komitmen memberi yang terbaik dan emoh menjadi plagiator, percayalah, kalian akan sampai pada puncak karier yang membanggakan, yang bermanfaat bagi banyak orang. Seperi kata pepatah, “Sebaik-baiknya manusia, ia yang memberi manfaat kepada sebanyak-banyaknya manusia!” Oleh karena itu, pertahankan kehebatan kalian itu. Bahkan, wajib-kudu-harus meningkatkannya setinggi-tingginya dengan tetap menjaga sikap tawadu, rendah hati, dan hasrat terus belajar sampai entah kapan!

Perlu disampaikan juga ucapan terima kasih saya kepada rekan sejawat di Prodi Indonesia FIB-UI yang selama ini menunjukkan persahabatan dan persaudaraan yang tulus. Terima kasih kepada Mas Sunu Wasono (Mantan Kaprodi) dan Pak Untung Yuwono (Kaprodi) yang selalu memberi kebebasan kepada saya dan para pengajar lain untuk menjalankan tugas-tugas perkuliahan secara mangkus dan sangkil.

Terima kasih kepada Penerbit Hyang Pustaka yang bersedia menerbitkan buku ini. Semoga langkah kecil ini dapat menjadi gelombang besar menghidupkan dunia literasi di negeri ini!

Bojonggede, 29 Juni 2022
Maman S. Mahayana

Peluncuran Buku Kuliner Para Dewa

Peluncuran buku Kuliner Para Dewa di PDS HB Jassin

dewabuku

all author posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are makes.