Oleh Hidayat Rahardja
(Budayawan Madura)
Joko Rabsodi menghadirkan puisi sebagai spesies yang unik, dan berinteraksi dengan spesies lain dan di luar dirinya. Suatu individu yang tumbuh dan berkembang karena faktor genetik dan lingkungannya. Faktor-faktor internal dalam puisi sebagai DNA dengan seperangkat kode yang akan disampaikan serta interaksinya dengan faktor lingkungan eksternal. Puisi sebagai spesies akan membawa pesan yang harus diekspresikan di hadapan pembaca yang sarat hubungannya dengan kode yang terkandung dalam tubuhnya.
Kode-kode dalam puisi sebagai identitas yang membedakan dengan yang lain. Hal yang paling rumit dalam puisi adalah menentukan kode sebagai identitas individu yang membedakannya dengan yang lain. Kode sebagai penanda yang menjadi milik personnya. Kode bisa menyangkut dari perangkat kata yang membangun tubuh puisi sebagai satu-kesatuan yang utuh dan unik.
Suatu spesies puisi tentu dipengaruhi oleh lingkungan sekitar karena eksistensinya tidak steril dari keberadaan spesies lain dan lingkungannya. Faktor eksternal lingkungan terdekat, komponen yang paling banyak berpengaruh ekspresi suatu spesies. Dalam kontinuitasnya spesies bisa bertahan hidup dan melakukan reproduksi secara adaptif bahkan evolutif.
Membaca buku puisi Joko seolah berhadapan dengan spesies yang tengah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan endemik, dan terbuka terhadap dunia luar. Puisi-puisinya merupakan spesies yang hidup dari lingkungan keluarga yang paling dekat, terbatas, dan akrab. Pengalaman-pengalaman personal yang sebenarnya, luka diolah menjadi peristiwa yang tenang dan tetapi tidak membuatnya sakit, namun kuat dan sabar untuk menghadapinya. Pengalaman yang membuatnya harus berproses dan berinteraksi sehingga mampu beradaptasi dan eksis di antara spersies lain yang berdampingan dengannya.
Puisi terus bergerak dan mencari dari lingkaran paling kecil ke pusaran lebih luas, hidup yang penuh hikmah. Hal yang sangat menarik, karena pengalaman-pengalaman personal diolahnya menjadi peristiwa yang bisa dialami setiap orang. Ada kalanya peristiwa duka menjadi pengalaman buruk dan terpuruk. Namun di kala yang lain pengalaman duka menjadi hikmah bagi orang banyak.
Buku puisi –memancing duka di tubuh ayah– merupakan pengalaman-pengalaman kecil dalam keluarga (rumah). Kematian, duka menjadi sesuatu yang menarik dan mewarnai hampir semua puisi yang ditulisnya. Di antaranya; Memancing Duka di Tubuh Ayah, Sakral Kematian di Masjid Baitur Ridwan, Doa di Atas Aeng Konceh, Seandainya Tulang Rusuk Tak Melahirkan Tubuhmu, Doa yang Mengapung. Judul-judul puisi yang menyimpan peristiwa duka yang banyak muncul dalam puisi pada naskah ini. Sinyal yang memberikan makna berharga bagi setiap yang mau mengambil pelajaran. Kematian (duka) merupakan peristiwa yang menghampiri setiap makhluk. Setiap yang hidup pasti menemuinya. Karenanya kematian perlu dicatat, dipersiapkan, sehingga bisa menyambutnya dengan tenang dengan segala penyerahan terhadap-Nya.
Kematian orang-orang terdekat, peristiwa kecil biasa yang terjadi bagi siapa saja. Namun ia mengolahnya sebagai peristiwa, penanda yang memberi sinyal bagi pembaca. Duka kecil yang selalu berkelindan dan mempengaruhi puisi dalam hidupnya.
Spesies puisi yang tenang, mengambil makna dari peristiwa lingkungan yang paling akrab dan dari keluarga yang paling dekat. Dalam sebuah ekosistem, individu merupakan bagian yang berpengaruh dan dipengaruhi lingkungan (Odum:1993). Pengaruh terbesar spesies dalam sistem ekologinya adalah lingkungan terdekat. Maka tidak diingkari ketika peristiwa paling terkesan di lingkungan keluarga akan memberikan pengaruh pada cara berkomunikasi dan menyampaikan pengalaman pada puisi yang dilahirkannya.
Puisi sebagai spesies membawa faktor genetik dan pengaruh lingkungan, saling mempengaruhi pada tumbuh kembang hingga ekspresinya. Puisi-puisi sedih namun tidak menyebabkan harus membasuh air mata. Kesedihan yang menekan namun tidak memaksanya untuk menangis.
Apa yang dikatakannya tentang maut saat menjemput keluarga terdekatnya. Ia tak mampu berbuat banyak kecuali berserah dan menyerah, merasa seperti berhala di tangan nabi Ibrahim. Berhala yang hanya bisa diam, tidak protes, juga tidak bisa bersedih. Begitu berat kematian membebaninya sehingga harus menerimanya dengan hikmat.
tuhan, kita berhala di tangan ibrahim//terkulai dalam cakaran maut mematikan/… (Tak Mampu Mengalihkan Perhatian Tuhan).
Kematian itu selalu menjadi tanda tanya bahkan dijadikan penanda akhir hidup manusia. Sebuah tanda tanya yang selalu menarik dan tidak pernah menemukan jawaban yang pas. Kematian yang datangnya kadang tak pernah disangka-sangka. Mereka shalat lalu meninggal atau lagi berbincang tiba-tiba pingsan dan meninggal dunia. Sebuah rahasia yang selalu mengikuti dan akan tiba ketika waktunya telah tiba.
Tak kusangka kau bakal wafat/ dipangkuan adha yang sajam/
dawuh perihal kebajikan selama ini pro-kontra/ tunduk di tiang-tiang masjid yang mengelupas wajahmu/ deras takbir mengguyur, khutbah bergandrol pada sakral kematian jumat manis di bulan habis//Wahai anom, nazdhom apakah yang kau siram/pada sisik surga yang ranum, aku yang kau siasati/…(Sakral Kematian; Baitur Ridwan:-nomtallib)
Pada kejadian yang lain, ia melihat kematian yang semakin dekat di saat tubuh dalam keadaan sakit. Pada sakit yang tak terelakkan, hanya kematian yang bisa menyelesaikan. Kematian sebagai akhir dari sakit dan hidup itu sendiri. Permintaan seorang anak kepada ibunya, saat merasa hidupnya tidak lama lagi sehingga meminta emaknya untuk merelakan pergi saat sakit yang menggerogotinya. Kehilangan orang-orang terdekat, duka yang dalam, mimpi-mimpi yang patah dan memporak-poranda kepastian. Namun ia tak harus tenggelam dalam keputusasaan. Semangat harus terus nyala, semua harus bangkit sampai izrail membukakan pintu maut.
Terlalu banyak kehilangan/sebentuk cerita yang hendak disemai,/ mimpi yang tiba-tiba patah/takkan mengeringkan cinta yang kita basuh/buruk firasat mengoyak kepastian yang sangat panjang/tapi restu bapak ibu yang menguatkan status/ini takkan tergadaikan sampai izrail/ menyublim pintu maut…(Doa di Atas Aeng Konceh)
Kadang dalam kematian ada yang ditunggu oleh yang masih hidup.Wasiat, pesan sebelum meninggal. Pesan rindu bukan hanya sebatas kepada sesama tetapi juga rindu kepada junjungan dan kepada Tuhan yang menciptakannya.
…kalimat terakhir yang kau pinta, rawatlah rindu//selama persendian waktu tak tentu/ … (Seandainya Tulang Rusuk Tak Pernah Melahirkan Tubuhmu)
Rindu kadang melepas kehambaan sehingga merasa tuhan amat dekat. Sedekat nafas dan tulang rusuk yang mengurung paru-paru berhembus. Dalam frase tuhan bermain-main di lambung kiri. Apakah karena sakit lambung atau karena di bagian kiri letak hati tersembunyi. Namun saya sampaikan bahwa tuhan bermain-main dengan dirinya.
Tak habis pikir bagaimana tuhanku//mencabut tulang rusuk sebelah kiri untuk//merangkai tubuhmu yang segempal itu//alangkah agungnya batin//menyaksikan tuhan bermain-main di lambung kiri/…(Biografi Tulang Rusuk)
Rindu sering kali membuat lekat dalam ingatan dan mengambang dalam rasa. Situasi yang kerap kali membuat seseorang memikirkannya, apakah akan terlunasi atau kemudian hilang tak pernah tersampaikan. Pikiran-pikiran yang sering hadir di saat sepi dan merasakan tubuh melihat jauh ke dalam diri.
Ditinggal pergi atau kehilangan pengalaman-pengalaman yang sangat manusiawi. Apalagi ditinggal mati yang menyebabkan hidup terpisah dan tak bisa bersua kembali. Ada kala datangnya kematian di usia muda yang masih menyala, namun di waktu lain maut datang di saat usia telah menua. Namun keduanya mati, lepas dari dunia fana. Apakah duka ini sebagai rahmat atau sebagai rasa pahit yang harus ditelan bersama kesedihan. Bagi setiap orang kematian masih menjadi teka-teki yang tidak pernah terjawab. Rahasia yang terus tersimpan dengan rahasia baru yang selalu menyelimuti.
…apakah hengkangnya ke alam duka adalah rahmat paling istimewa
kejelasan usia yang menyala tersungkur di siang pahit
bidak teka-teki sampai kapan menahan airmata belum terbuka … (Memancing Duka di Tubuh Ayah)
Dari sisi produktivitas puisi-puisi yang ditulis Joko ini masih terus mengalami variasi dan mencari bentuk yang paling ideal dalam kancah evolusi yang berlangsung dalam waktu tak terbatas. Ernest Mayr (2001), secara logis menguraikan seleksi alam Darwin, bahwa setiap spesies memiliki potensi fertilitas yang demikian besar bisa meningkat secara eksponensial jika spesies yang dilahirkan mampu berreproduksi dengan baik. Namun dalam persaiangannya ada individu yang mampu beradaptasi dan ada yang terseleksi sehingga musnah dari hadapan. Wallahua`lam.