Selain suka menulis puisi ternyata penulis ini juga membuktikan bahwa dia juga oke dalam mengarang prosa. Kemampuannya dalam menulis puisi dan prosa berupa cerpen ini bisa dibilang sebagai kemampuan yang tidak banyak dimiliki oleh seorang guru. Apalagi saat melihat cerpen-cerpennya. Langkah penulis ini sudah mengarah pada karya yang tidak arbitrarily. Dia sudah menganggap karyanya sebagai sesuatu yang lahir dari dirinya yang tidak ingin sembarangan hadir. Dwi ingin sesuatu yang setidaknya dapat ditatap sebagai sepasang mata indah yang pernah lahir dari rahim kalbunya. Syukur Alhamdulillah jika mampu memesona tatapan para pembaca pada umumnya.
Secara garis besar saya menyadari bila karya-karyanya ini tergolong lahir dari rahim yang belum lama menikah dengan sastra. Ranum, menggemaskan, walau belum bisa banyak “bicara”. Karyanya masih seperti bayi yang mengisap jemarinya sendiri. Kadang tersenyum dengan matanya yang berbinar memancarkan harapan masa depan yang akan lebih mampu mengembangkan sayapnya. Saya katakan demikian karena secara umum Dwi berhasil menyuguhkan rekam rasa dari dunia yang pernah dia lintasi atau yang pernah melintasinya. Seperti keluarga, sahabat, tempat kerja, alam sekitar yang walaupun jauh, tetapi tidak lepas dari jangkauan batinnya.
Yang menarik, secara teknik, Dwi masih sanggup menyegarkan ingatannya ke masa silam. Masa di saat dia masih berseragam abu-abu. Jelas ini menarik karena dia masih gape menayangkan suasana ke-dulu-an. Saya tidak menyebut ini karya terinspirasi dari pengalaman atau pengamatan, yang saya rasa berdasarkan sudut pandang penulis, ada nuansa ke-aku-an sebagai pelaku utama yang jadi sentral cerita.
Ujang Kasarung – Penyair
Ulasan
Belum ada ulasan.