Dalam kerja kepenyairan menemukan bahasa pada hakikatnya bukan berarti sekedar mencetak kata yang sama sekali baru, namun menjadikan kata lebih bermakna, lebih privacy sekaligus universal, lebih cerah sekaligus sublim, tidak sekedar ucapan yang deras, tidak sekedar kata-kata yang berkerumun, riuh rendah, ramai namun hampa.
Sebuah puisi ibaratnya adalah gema dalam menangkap dan merepresentasikan persoalan eksistensial manusia. Persoalan-persoalan eksistensial itu boleh jadi sangat abstrak bahkan abadi menjadi sebuah misteri. Tugas puisi adalah mengkonkritkan persoalan-persoalan eksistensial manusia tersebut.
Kumpulan puisi Bercakap tentang Hasrat, di Balik Maut Kulirik Cinta ini merupakan gema yang merepresentasikan persoalan-persoalan eksistensial yaitu menyoal jati diri manusia itu sendiri, mengulik hubungan dan ‘petak umpet’nya dengan Tuhannya, kemajnunannya karena cinta, ketaklukannya pada takdir, ketegangan dan kepasrahannya pada maut, dan pada akhirnya menuju ke muara penyerahan diri yang total pada Tuhan.
Pun seperti antologi-antologi puisi terdahulu, saya sering kali gelisah akan keterbatasan dan ketidakmengertian dalam mengungkapkan sesuatu, (apalagi yang bersifat misteri) dengan tuntas. Selalu saja puisi yang saya tulis, pada akhirnya hanya melahirkan lompatan-lompatan pertanyaan dan perenungan lain yang secara otomatis mengembangbiakkan fragmen-fragmen puitis baru. Dalam situasi semacam itu, tampaklah betapa berat dan payahnya mengeksplorasi, memilah, menjalin, menaut, mencipta, menemui, dan menemukan bahasa untuk mewadahi ‘kejutan-kejutan’ yang menggedor batin, rasa, dan pikir. Namun dalam situasi demikian lelah gelisah, menulis puisi adalah kewajiban sebagai salah satu alternatif jalan transendental untuk tetap menjaga eksistensi manusia agar tidak berubah wujud menjadi hewan belaka.
Sebelum dihimpun dalam buku kumpulan ini, puisi-puisi ini telah tersebar di berbagai media, antara lain Horison, Basis, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Riau Post, Bali Post, Nustra, Media Indonesia, Koran Tempo, Suara Merdeka, dan beberapa media online.
Puisi-puisi dalam kumpulan ini memang mustahil menjadi ‘jalan terang’ menelusuri persoalan-persolan eksistensial manusia, namun sebagai penyair saya menaruh harap puisi-puisi dalam kumpulan ini mampu membuat terpesona, terpukau, dan ternganga para pembacanya, setidaknya menjadikan mereka ‘tersipu-sipu’ saat membacanya. Selamat merayakan puisi-puisi ini!
Ulasan
Belum ada ulasan.