Cerpen sesungguhnya adalah sebuah potret sosial pada zamannya. Ia diciptakan tidak sekadar sebuah kisah fiksional belaka. Tetapi, bisa jadi cerpen ditulis sebagai sebuah refleksi, evaluatif, pantulan dari persoalan sosial dan budaya. Dunia fiktif tidak semata-mata cerita saja, terkadang memiliki keterikatan dengan kehidupan sosiologis penulisnya. Ia memotret atau merekam fakta sosial di sekitar kehidupannya.
Begitulah terkumpul pada buku kumpulan cerpen ‘Sebuah Tempat di Tepi Lelap’, hampir kebanyakan ditulis dengan latar belakang kehidupan realitas dengan tehnis penulisan yang tidak bisa, atau bisa dikatakan surealis. Kita bisa menyaksikan gambaran cara pandang penulisnya dalam menginformasikan sesuatu kepada pembaca, sehingga ada beberapa sikap yang cenderung menyadarkan pada perihal kehidupan ini, yang bisa saja timbul akibat persoalan ekonomi atau moral. Penulis sepertinya memang hidup dalam keseharian yang penuh dengan renungan, sangat terasa pada setiap karakter tokoh-tokohnya.
Antologi cerpen ini akan menjadi ‘potret’ tentang kehidupan sehari-hari di dunia ini yang diwarnai kehidupan heterogen, unik, dan sekaligus juga problematik. Tentu saja tidak secara keseluruhan dapat terwakilkan pada cerita-ceritanya, paling tidak kita dapat menemukan gambaran potret kehidupan ini dengan penyajian fiksi untuk dijadikan bahan bacaan yang edukatif dan inspiratif.
Selamat kepada pembaca. Selamat kepada penulis. Selamat bercerita.
Reviews
There are no reviews yet.