Jelatik adalah sebuah novel yang penuh dengan kiasan hidup. Diambil dari nama sebuah kapal yang telah puluhan tahun berlayar pergi-pulang dari Selatpanjang ke Pekanbaru. Kini dalam usia terbilang tua, namanya seakan telah menjadi simbol Kota Selatpanjang bagi warga Selatpanjang dan Pekanbaru sendiri.
Indahnya, di dalam novel ini, Penulis memaknai Jelatik secara filosofi sebagai ruang kehidupan. Pelayarannya ibarat perjalanan manusia menuju ke tempat tujuan akhir kehidupan dengan segala tragedi yang menyertai. Hal itu terungkap dalam mimpi-mimpi Beni (tokoh utama novel ini) dan realita yang terjadi, yang di dalamnya ada kekejaman, ketulusan hati, dan cinta yang sulit terbagi.
Di sisi lain, novel ini dengan cerdas, jelas, dan detail mengungkapkan keadaan kota kecil yang bernama Selatpanjang di masa kini dengan segala lika-likunya. Ini membuktikan bahwa Riki Utomi sangat memahami segala sisi dan ceruk kota ini, serta pernak-pernik yang ada. Unik dan menarik. Tahniah.
Afrizal Cik, S.Sos., M.Si.
(Penulis, Akademisi, Politisi, dan Pembina Sanggar Sastra TABIR Selatpanjang)
Membaca Jelatik karya Riki Utomi, teringat pula masa beberapa tahun lalu saat masih lalu-lalang Selatpanjang—Pekanbaru untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi. Riki telah melahirkan sebuah novel dari kenangan kita; dek-dek dan kamar-kamar bersekat papan sekeping itu. Dia memberikan ruang kepada pembaca untuk menghayati romantisme maupun lika-liku dari segala peristiwa di dalamnya, hingga pula menuju ceruk-ceruk kampung, ceruk-ceruk gang kota, sampai kos-kosan, dan kampus-kampus.
Satu sisi, pesan tersirat dari sebuah makna “perjalanan” itu sendiri—yang hal ini melalui sebuah kapal—mencoba dirasa untuk terus kita sibak dari pergulatan batin tokoh utama. Melalui sungai Siak yang bersejarah dan latar bernuansa lokal Melayu, penulis membawa pembaca menikmati peristiwa dengan keapikan bahasa, kelihaian bercerita, dan segala trik penulisan prosa.
Jasman, S.Pd.
(Pendidik, Penyair, dan Pengasuh Komunitas Gemar Menulis Desa Bandul)
Ulasan
Belum ada ulasan.