Tarian Anak Garam: Tarian Ritmis yang Menggetarkan

Tarian Anak Garam

Satu-satunya karya yang peduli dengan bunyi adalah puisi. Ketika karya lain berfokus pada isi, puisi mencoba mencari harmoni lewat getar keserasian bunyi. Mencoba membuat titik perimbangan antara apa yang akan disampaikan dan bagaimana cara menyampaikan. Puisi adalah sebuah perkawinan sakral antara kedalaman batin-rohani dan kemegahan fisik-jasmani.

Buku Kumpulan Puisi, Tarian Anak Garam, karya Mutmainnah Tagawu ini, mengesankan dominasi penataan dan permainan bunyi dalam hampir ke seluruhan bunyi. Sesuatu yang secara primordial menjadi karakter dan jati diri karya puisi. Dalam khazanah sastra Melayu yang selanjutnya menjadi identitas sastra Indonesia ditemukan beberapa bentuk puisi yang kesemuanya dicirikan oleh unsur rima atau persajakannya. Pantun bersajakkan a-b-a-b, syair bersajakkan a-a-a-a, gurindam bersajakkan a-a, dan seterusnya. Ini semua fakta yang menunjukkan bahwa bunyi merupakan unsur yang sangat likat melekat dalam sebuah bangunan puisi.

Sekadar menunjukkan dominasi unsur bunyi dalam buku kumpulan puisi ini, kami tampilkan sebait puisi berjudul Tarian Anak Garam berikut ini.

Di tanah garam sayap mengepak mencipta
Angan
Serupa deru angin mencipta selaksa ingin
Di lain waktu engkau teduh laksana pohon
Beringin

Tentu kehadiran bunyi seperti yang tampak dalam kutipan di atas bersifat refleks dan tertuntun. Tidak diundang atau dipaksa datang. Kata-kata mengalir seperti arus yang bergerak dari luas lautan menuju pantai, lalu terhempas di kening pantai, membentuk harmoni abstrak sebagai lukisan. Di tangan seorang penyair, kata-kata seperti diwahyukan, dituntun naluri, lalu berkelindan dalam sebuah jalinan larik-larik yang bergerak perlahan dan ritmis.

Puisi yang lain berikut ini, dipetik dari judul Tanah Kering Kerinduan.

Di sekeping waktu
Deru ombak kenangan membiru        
Seolah kembali menggali perigi rindu

Salah satu ‘pesan’ yang ingin ditegaskan rima atau persamaan bunyi, seperti tampak pada rima akhir bait puisi di atas, adalah melukiskan suasana batin penulisnya. Persamaan huruf u pada akhir setiap larik puisi di atas adalah rekaman relatif utuh tentang suasana hati penulisnya yang campur aduk saat digetarkan oleh sebuah kenangan. Ada rasa sesak seperti deru ombak. Ada rasa pilu yang membiru. Ada rasa nyeri seperti perigi yang digali. Ada rasa rindu yang sekilas sudah layu, namun tiba-tiba menyelinap di balik waktu, yang terus menggoda dan mengganggu.

Begitulah peran bunyi dalam membentuk keindahan puisi. Bunyi yang dalam sehari-hari diabaikan dan di-sampah-kan, berhasil didaur secara kreatif dan estetis oleh Mutmainnah Tagawu dalam karya-karya puisinya.

Salam sastra

Drs. KH. Asy’ari Khatib
Penyair dan pemerhati sastra Sumenep Madura  

dewabuku

all author posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are makes.