Puisi biasanya mencampuri dunia realitas, atau sebaliknya realitas hadir pada puisi yang diciptakan oleh penyair. Dunia realitas itu menjadi sumber inspirasinya, pengalaman hidupnya pun menjadi pintu gerbang dalam prosesnya menghadirkan puisi, tidak hanya itu, buku-buku bacaan dapat juga memengaruhi dirinya untuk berpuisi. Kedekatan penyair dengan realitas dapat mematangkan kedewasaannya pada puisi; tidak melulu bicara perkara kesendirian atau rasa sepi, tetapi dapat banyak hal yang dia ungkapkan pada puisinya.
Ruhan Wahyudi dengan kecerdasan berbahasanya mengolah dunia realitas itu menjadi kata-kata (metafor), yang bisa kita temukan pada buku puisi ini. Dengan susunan kata-kata yang ia tulis, dapat kita memaknai sebagai potret sosial yang selama ini hadir dalam kehidupannya. Apalagi, ia sebagai perantau; hidup yang didera ketidakpastian, dan penuh tantangan akan memperkaya bahasa dalam puisinya. Ia telah memproduksi kata-kata yang tidak biasa, sesuai dengan karakter puisi yang cenderung tidak menggunakan bahasa familiar.
Membaca buku puisi ini pun seolah berada pada dua warna; pertama, ada dalam dunia yang hitam, dipenuhi dengan lorong-lorong yang tak bertepi. Kedua, ada dalam nuansa putih yang berderang, sehingga seluruh tubuh tersedot pada cahaya. Hitam putih puisinya ini pun memberikan bukti, bahwa sebagai perantau, ia sangat merindukan kesejukan dalam rumah.
Sayang sekali, jika kita tidak menyelami puisi-puisi dalam buku ini dengan sangat intim.
Reviews
There are no reviews yet.