Memulai menulis puisi yang memiliki makna multitafsir, dibutuhkan ‘rangkaian kata’ yang mengisyaratkan ‘kedalaman makna’. Sebab, puisi bukan sekadar ‘mencurahkan isi hati’, ‘menceritakan pengalaman pribadi’ atau sejenisnya. Tetapi, ‘merangkai kata’ dari ‘pengalaman dan peristiwa sekitar’.
Untuk ‘merangkai kata’ dibutuhkan ‘subyek, obyek, kata keterangan dan lain-lain’ yang berhubungan dengan menyusun pola kalimat. Jika, membaca ciri-ciri puisi ditemukan tentang ‘gaya bahasa’. Nah, gaya bahasa ini dihidupkan oleh penulis puisi ketika ‘merangkai kata’, sehingga ‘pengalaman pribadi atau penggambaran peristiwa’ akan menjadi sebuah ‘simbol bahasa’ yang harus ditembus maknanya. Rangkaian-rangkaian kata itulah pada akhirnya menjadi sebuah larik, bait yang imajinatif, simbolik dan estetik. Sehingga apapun temanya, apapun inspirasinya akan menjadi puisi yang baik menurut ‘kaidah’ umum ‘puisi. Begitulah dalam menulis puisi.
Tentu saja puisi-puisi Muhamad Rifki Ramdhani dalam buku ini sebagian memiliki larik-larik, bait yang imajinatif, simbolik dan estetik. Sebagiannya lagi dibiarkan terbuka untuk mudah dipahami oleh pembaca, seperti sedang curhat tanpa modifikasi kalimat dalam penyampainnya seolah rasa sepi, sunyi dan sendiri sengaja dihadirkan begitu saja sebagai dialog dengan pembaca. Ya, puisi yang dimulai dengan curahan hati seperti itu memang sangat mengalir untuk dituliskan.
Beberapa puisinya juga berbicara tentang dunia ‘sufistik’, ‘satire sosial’ dan juga ‘pendidikan’. Sejujurnya, jika tema-tema tersebut dibungkus dengan pengolahan bahasa yang ‘apik’ dalam penulisannya, puisi-puisi Muhamad Rifki Ramdhani bisa saja menjadi puisi yang tajam dan sarat makna. Akan tetapi, jika kita baca riwayat karya penulisnya, buku ini adalah buku pertamanya dalam menulis puisi. Sesuatu awal yang baik dan dapat dimaklumi untuk puisi-puisinya yang masih memiliki ‘kesan’ puisi kamar.
Nana Sastrawan.
Penyair


Ulasan
Belum ada ulasan.