Dua sisi mata uang Indonesia yang membawa saya menulis puisi tentang sejarah dan kultur Indonesia. Sesuai hakikat puisi yang saya anut sebagai media penyampai, puisi-puisi yang saya tulis lebih gamblang dan jernih agar dapat dinikmati oleh semua kalangan, sekaligus menjadi bahan pembelajaran, pengingat tentang tokoh-tokoh perjuangan yang mengorbankan dirinya untuk memerdekakan bangsa.
Sejalan dengan itu, fenomena baru-baru ini pada situasi politik dalam negeri membuat keadaan bangsa semakin terasa benturannya baik secara individu maupun kelompok. Jika kita baca sejarah, W.R Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya. Pada tahun-tahun itu, menjadi buronan kolonial hanya karena membuat lagu perjuangan dan memutarkannya di radio-radio. Sungguh berbanding terbalik dengan keadaan sekarang, di mana semua orang bebas berekspresi, berpendapat, mengkritik dan lain sebagainya tanpa harus merasa takut ditembak atau dipenjara. Tidak hanya itu, jika kita saksikan alam Indonesia di seluruh pelosok negeri sungguh sangat mempesona dan kaya akan rempah-rempah, pesona alam dan bahan tambang. Itulah yang membuat bangsa ini selalu berusaha untuk digoyahkan, dan bisa jadi ingin direbut kembali baik secara ideologi maupun sumber daya alamnya. Melimpah sumber daya alam, keberagaman suku, adat istiadat dan lainnya semestinya kita syukuri dan disadari bersama bahwa negeri Indonesia adalah tanah air kita semua yang seharusnya kita majukan bersama. Untuk itu, saya memilih judul puisi ‘Oeang’ sebagai judul utama. Sebab, judul itu bagi saya memiliki keterikatan makna yang erat dengan tema yang diusung sesuai inspirasi awal dari mata uang Indonesia.
Harapan terbesar saya sebagai penyair, puisi-puisi ini dapat menjadi suatu gerakan untuk menatap masa depan yang lebih gemilang bagi bangsa Indonesia. Sebab, sejarah memerdekakan bangsa ini sangat panjang, terlalu mengharukan untuk dikenang.
Ulasan
Belum ada ulasan.