Membaca buku puisi Joko seolah berhadapan dengan spesies yang tengah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan endemik, dan terbuka terhadap dunia luar. Puisi-puisinya merupakan spesies yang hidup dari lingkungan keluarga yang paling dekat, terbatas, dan akrab. Pengalaman-pengalaman personal yang sebenarnya, luka diolah menjadi peristiwa yang tenang dan tetapi tidak membuatnya sakit, namun kuat dan sabar untuk menghadapinya. Pengalaman yang membuatnya harus berproses dan berinteraksi sehingga mampu beradaptasi dan eksis di antara spersies lain yang berdampingan dengannya.
Puisi terus bergerak dan mencari dari lingkaran paling kecil ke pusaran lebih luas, hidup yang penuh hikmah. Hal yang sangat menarik, karena pengalaman-pengalaman personal diolahnya menjadi peristiwa yang bisa dialami setiap orang. Ada kalanya peristiwa duka menjadi pengalaman buruk dan terpuruk. Namun di kala yang lain pengalaman duka menjadi hikmah bagi orang banyak.
Hidayat Rahardja – Budayawan Madura
Kata-kata dalam puisi bukan sekadar kata-kata dalam artian yang biasa atau makna yang sebenarnya. Kata-kata dalam puisi memiliki arti yang lebih luas dari kata-kata dalam bahasa biasa. Di dalam puisi pun terdapat simbol, imaji, dan irama. Pada puisi-puisi Joko Rabsodi saya banyak menemukan simbol-simbol; patah di kamboja, hujan, tubuh, dada yang membelah dan sebagainya yang dalam puisi sering tidak sekadar kata yang menunjukan arti tertentu. Bahasa yang tidak seperti dalam percakapan sehari-hari dalam puisi biasanya adalah sebuah simbol, atau imaji yang menunjuk kepada arti yang lebih luas atau memiliki asosiasi dengan suasana atau keadaan tertentu.
Puisi-puisi dalam buku ini sepertinya telah mengalami perjalanan panjang, tampak dalam bait per baitnya menimbulkan rasa yang dalam dengan bahasa puitik. Selamat atas terbitnya buku ini.
Nana Sastrawan – Penulis
Ulasan
Belum ada ulasan.