Menulis puisi ibarat usaha untuk melengkapi kemanusiaan dalam hidup ini. Suatu upaya yang ideal untuk berhadap-hadapan dengan realitas keseharian yang selalu dijejali persoalan-persoalan. Puisi hadir ditengah-tengah itu mewaspadai kenyataan, menyerapnya, bahkan hingga menyedot ke dalam ruang imajinatif penyair, membentuk metafor-metafor, atau ungkapan dengan harapan dapat menjadi suatu kenyataan di masa akan datang, dalam kehidupan yang lain bagi penyairnya. Akan tetapi, keasyikan penyair menafsir kenyataan dan mengungkapkan dalam jenis metafor-metafor itu dalam puisiya malah menjadikan ia tersedot ke dalam imajinasinya sendiri, akibatnya puisi-puisiya malah tidak menjadi sumber pelengkap pada kemanusiaannya melainkan menjadikan ia digerogoti, hingga terluka oleh kemanusiaan itu sendiri.
Pada puisi-puisi Istiana Shalihati pun nuansa itu sangat kental terasa, ia tidak membidik pada daya renung, tetapi melanjutkan sebagai perpanjangan tangan atas pengalamannya; yang dilihat, dirasa, didengar, dan lainya. Maka puisi-puisinya pun cenderung pada deskripsi, fotografi atau memunculkan ungkapan dan metafor-metafor.
Inilah menariknya puisi-puisi dalam buku ‘Struktur Pohon Butun dalam Kamar Tidur’, kehadiran metafor-metafor pada setiap lariknya membawa kenikmatan tersendiri ketika membacanya, deskripsi-deskripsi yang dimunculkan seolah membentuk gambar tersendiri; sebuah animasi kehidupan.
Ulasan
Belum ada ulasan.